Jabar Bantuan Hukum Angkat Bicara Soroti Pernyataan Menteri PPA Tak Ada Anggaran Program Kerja

Tenaga Ahli DPR RI sekaligus Pendiri juga Pembina Jabar Bantuan Hukum yang konsen terhadap Penanganan Kasus Perlindungan Perempuan dan Anak, Debi Agusfriansa, SH, MH, M.AP menyoroti perihal rapat dengar pendapat yang disampaikan Menteri PPA, Arifatul Choiri Fauzi hari ini, Kamis 13 Februari 2025.

Rapat dengar pendapat itu terkait dengan pernyataanya bahwa tidak adanya program anggaran sehubungan di Kementerian PPA. Disebutkannya kasus yang menimpa perempuan dan anak saat ini menjadi trending di Indonesia, dengan beragam permasalahan hukum yang kompleks bahkan menjadi miris.

“Ada kasus anak yang dijual, perempuan di rudapaksa, ada anak SD yang dibully hingga meninggal. Ada perempuan yang mengalami pengancaman hingga depresi, ada pula yang mengalami tindakan kekerasan seksual,” kata Debi Agusfriansa.

Lantas, lanjutnya, undang undang mau di apakan? Kalsu tidak dilaksanakan. Seperti contoh dalam pernyataaan Menteri PPA tidak adanya layanan rehabilitasi, pendampingan dan penjangkauan.

Sedangkan, kata Debi, di kasus – kasus itu sangat diperlukan rehabilitasi serta pendampingan hukum bahkan penjangkauan agar adanya kemerataan.

“Hadirnya negara untuk masyarakat melalui program kerja, ini malah ditiadakan, kan miris,” tuturnya.

 

Jabar Bantuan Hukum sebagai lembaga sosial yang bukan lembaga negara hadir untuk masyarakat. Pihaknya memiliki program demi keberpihakan kepada masyarakat.

Program yang dimaksud adalah sektor pendidikan, dimana dalam rangka memberikan edukasi pencegahan kasus hukum, konsultasi hukum serta pendampingan hukum. Semua itu diberikan pelayanan secara gratis bagi masyarakat khususnya di Jawa Barat.

“Walaupun kami wilayah kerjanya di Jawa Barat juga sumber anggaran bersifat independen serta terbatas, akan tetapi banyak masyarakat diluar Jawa Barat yang mengadu kepada kami,” cetusnya.

Sementara aduan yang sudah masuk sebanyaj 489 kasus selama kurun waktu satu. Ini artinya, tambah Debi, masyarakat menaruh harapan dan kepercayaan kepada Jabar Bantuan Hukum.

Kita ketahui bersama, lanjutnya, dalam penanganan kasus perlu adanya kolaborasi. Dimana Jabar Bantuan Hukum sebagai lembaga non pemerintah tidak bisa bekerja sendirian, ketika masyarakat mengadukan kasus yang dialaminya.

“Pihak kami bukan hanya memberikkan pelayanan hukum tapi segi rehabilitasi dan itu sangat penting,” tandasnya.

Dijelaskan, saat ini pemerintah melalui Kementerian PPA meniadakan yang rehabilitasi. “Ini kan lucu juga. Baru kali ini saya rasa Kementerian PPA tidak ada program kerja untuk masyarakat.”

“Kami meminta kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan nasib perempuan dan anak yang kian tinggi mengalami permasalahan hukum nan kompleks,” ucapnya.

Terlebih terkait masalah rehabilitasi dan pendampingan hukum agar manfaatnya lebih merata dirasakan masyarakat. Bukan menjadi hal rahasia, jika saat ini perempuan atau anak yang mengalami permasalahan hukum tidak berani melapor disebabkan pemahaman dan ketabuan masalah hukum.

“No viral no justice, jadi nunggu dulu viral baru keadilan itu ada. Nah nasib masyarakat yang ga viral ini gimana. Kemana mereka harus mengadu, sementara rata-rata kasus mandek dengan dalil kurangnya alat bukti,” tandasnya lagi.

Kemudian, ucap Debi, siapa yang bisa membantu terkait pemenuhan alat bukti jika bukan lembaga bantuan hukum seperti kami ini, yang siap dan tulus menjalankan sesuai amanah pasal 28 D Ayat 1 UUD 1945.

“Di sini kami tegaskan, kami akan terus membantu pemerintah tetapi kami tidak bisa bekerja sendiri sendiri. Perlu dukungan pemerintah terkait rehabilitas dan keberlangsungan korban pasca kejadian yang dialami oleh korban. Dan itu sangat penting,” tuturnya.

Bagikan Artikel ini :

Berita Terbaru